Rabu, 06 Desember 2017

TEKNOLOGI PUSAKA KERIS


Beberapa saat ini saya memikirkan tentang hakikat dari sebuah keris, apakah keris itu adalah senjata yang dibuat untuk menikam atau kah keris itu menyimpan berjuta makna yang lebih dalam lagi.

 

Keingintahuan saya pribadi dalam menggali informasi yang lebih dalam tentang keris pusaka di Nusantara ini menyebabkan saya tercengang oleh beberapa sudut pandang yang memberikan penjelasan tentang keris itu sebagai pusaka. 
 

Penjelasan atau eksplanasi dari tokoh keris yang mumpuni, Mpu Totok Brojodiningrat membuka celah berpikir dan pola pikir saya terhadap keris, seperti yang dijelaskan berikut:
  




Keris Menurut Mpu Brojoningrat dari Surakarta dalam makalahnya, menuliskan keris merupakan visualisasi dari simbol-simbol dapur/bentuk, pamor, bahan/guru bakal guru dadi dan ukuran (anatomi antara lain, sanyari, sakilan dan lain-lain). Keris adalah kaca benggala pola tatanan hidup, falsafah, hingga pemahaman ketuhanan (konsepsi Lingga Yoni). 
 

Terciptanya Keris pusaka sebagai titik temu kemanunggalan antara Yang tinemu ing nalar (sesuatu yang dapat dinalar) dan Yang tan tinemu ing nalar (sesuatu yang tidak dapat dinalar). Heneng (konsentrasi), hening (tenang), awas (waspada) dan eling (ingat). Keris merupakan perpaduan unsur material ibu bumi bopo akoso, baja, besi dan pamor (meteorid). Yang diasuh/ditempa ribuan kali hingga sampai pada tataran wesi ‘tapisane gebagan’. 

 

Diharapkan manusia juga sampai pada tataran tapisane gebagan. Mpu dalam membabar keris pusaka tansah hateteken kasukcen apepayung budi rahayu (dituntun kesucian dan dilindungi budi luhur), jumbuhing kawulo gusti (anugerah Yang Kuasa), warongko majing curigo (perlindungan dari kecurigaan), rorohing atunggil (roh Yang Maha Esa). Keris punya konsep netes, nitis dan natas. Purwo, madyo, wusono, miwiti, nengahi, mungkasi, pathet 6, pathet 9 dan pathet menyuro. Tri loka lekere kongsi. Pada besalen dalam bangunan limasan apitan, relief candi sukuh terdapat ububan/lamusan. Susuh angin ngendi nggone, tapake kuntul ngalayang, kusumo njrah ing tawang."



Setidaknya kita sebagai generasi muda harus menilik ini dari segala aspek dan tidak meninggalkan warisan luhur nenek moyang kita, budaya nusantara merupakan kebudayaan yang kaya daripada kebudayaan baru yang telah diciptakan oleh kapitalisme coba lihat gambar diatas (gambar diambil dari vedcmalang.com), betapa kaya bahasanya kebudayaan Jawa itu (tentunya Jawa adalah sebagai contoh dari rancaknya budaya Nusantara).


 

Dalam sebilah keris ada nuansa pencarian jati diri dan disana juga terletak khasanah bahasa yang begitu beragam dan kaya. Mari kembali mengenali siapa kita sebenarnya, karena saya yakin kita adalah bangasa yang kuat dan mempunyai peradaban yang begitu tinggi.

PANGERAN DIPONEGORO MEMACU JARAN SEMBRANI DENGAN MEMBAWA KERIS NOGO SILUMAN


KERIS DAPUR NOGO SILUMAN









MPU TOTOK BROJODININGRAT

PANDANGAN FISIKA???
TEKNOLOGI METALURGI

 
Haryono Arumbinang



 
Kepala Pusat Penelitian Tenaga Atom (PPTA) GAMA Haryono Arumbinang M.Sc di Yogyakarta, 1979


Kompas.com - 11/08/2015, 18:01 WIB



Sebagai bagian dari tosan aji (senjata pusaka), keris dianggap unik karena berhasil memadukan seni mengolah besi sehingga menghasilkan produk yang memiliki dimensi fungsional (kuat, ringan, dan tajam), namun juga memiliki tampilan menawan. Kuat tetapi ringan, dan ketajaman keris biasanya diperoleh dari lapisan besi dan baja yang ditempa melalui proses berlapis. Tampilannya yang elok diperoleh dari besi pamor, yang dicampurkan ke dalam bilah ini melalui berbagai teknik.




Penelitian yang dilakukan ahli fisika nuklir, Haryono Arumbinang, terhadap sejumlah keris di Jawa kuno menemukan pamor dalam senjata pusaka ini memiliki kandungan besi (Fe) dan arsenikum (As). Selain itu, unsur yang dominan dijumpai adalah titanium (Ti). Adapun nikel (Ni) juga dijumpai pada bilah walaupun frekuensinya tidak sebanyak Ti. Dalam dunia modern, titanium dan nikel dikenal sebagai logam berkualitas tinggi karena sifatnya yang kuat, ringan, dan tidak berkarat. Titanium menjadi bahan pembuat pesawat dan menjadi bahan mahal.




  BESI (Fe)
Menariknya, pengujian yang sama terhadap perkakas sabit (alat pertanian) kuno ternyata tidak menemukan unsur Ti, hanya Fe dan Mn, sehingga disimpulkan bahwa penggunaan unsur Ti dan Ni untuk keris merupakan kesengajaan. "Kiranya tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa para empu di masa lalu telah mengenal dan melakukan ilmu paduan logam untuk memperbaiki mutu bahan," tulis Arumbinang (1996).

TITANIUM (Ti)

Kecanggihan metalurgi ini menghasilkan masyarakat Nusantara di masa lalu yang dikenal sebagai salah satu produsen senjata bermutu. Seperti dicatat Tome Pires (1515), hasil kerajinan besi Jawa dikenal indah, utamanya keris dan pedang, yang diekspor sampai ke India.




Berada di persilangan tumbukan lempeng benua, Nusantara merupakan negeri dengan geologi ekstrem. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya jumlah gunung api-mencapai 127 gunung api yang merupakan jumlah terbanyak di dunia. Keaktifan geologi inilah yang juga memicu negeri ini kerap dilanda gempa bumi dan tsunami. Namun, setting geologi ini pula yang menyebabkan negeri ini memiliki kekayaan mineral logam, seperti emas, perak, besi, nikel, timah, dan titanium.

NIKEL (Ni)

Masyarakat tradisional Nusantara terbukti memiliki ilmu dan teknologi memanaskan batu hingga menjadi perkakas logam sehingga bisa menyejajarkan diri dengan bangsa-bangsa besar lain di dunia. Namun, jika kita melihat situasi terkini, kebanyakan mineral alam yang dihasilkan negeri ini lebih banyak diekspor dalam bentuk mentah, yang menunjukkan ada kemunduran peradaban.


MENELITI LOGAM PADA BILAH KERIS



Tinjauan Buku:
MENELITI LOGAM PADA BILAH KERIS


Jerzy Piaskowski/Alan Maisey/Technology of Early Indonesian Keris (Warsawa: The Asia and Pacific Museum 1995)



MENGUTIP: Jimmy S Harianto


KERIS sebagai hasil budaya yang khas Indonesia, sudah banyak buku yang membahas. Akan tetapi keris diteliti secara ilmiah dari sisi teknologi metalurgi, tidak banyak yang mengungkap.


Buku terbitan The Asia and Pacific Museum di Warsawa, Polandia dalam rangka ikut menghormati peringatan 50 Tahun Indonesia Merdeka itu sebenarnya lebih tepat disebut sebagai buku laporan hasil penelitian Jerzy Piaskowski, ahli metalurgi lulusan Universitas Jagiellonian, Krakow, Polandia. Di samping bekerja pada sebuah institut metalurgi fisika yang banyak meneliti teknologi-teknologi logam kuno, ia adalah juga ahli matematika, fisika dan kimia lulusan universitas yang sama.




Sedangkan Alan Maisey, yang asal Sydney, Australia, dan mempelajari keris Jawa sejak 1970 serta pernah berguru pada mendiang empu Kraton Solo, Suparman, adalah produser senjata-bilah berpamor (bergurat gambar, nuansa warna berbagai jenis logam) dengan teknologi pamor Asia Tenggara.



Tidak seperti halnya penelitian-penelitian sebelumnya, maka Piaskowski kali ini hanya khusus meneliti teknik metalurgi dari pembuatan "ganja" (besi melintang, berlubang di tengah, menempel di bagian bawah bilah keris). Penelitian sebelum ini, yang di antaranya dilakukan Laboratorium Kebun Raya Bogor pada tahun 1930-an, atau sarjana nuklir dari University of California, Dr Frankle pada tahun 1960-an serta juga ahli atom asli Indonesia, Haryono Arumbinang MSc dan kawan-kawan pada tahun ini.


Piaskowski yang juga penulis buku seni pamor On the Damascus Steel ini mengklaim, penelitian ganja secara terpisah dari bilah keris, seperti yang dilakukannya kali ini, adalah yang pertama di dunia. Penelitian bilah keris dengan metode metalografik sebelum ini pernah dilakukan Jacobsen (1937), Panseri (1962), Bronson (1987). Piaskowski sendiri pun sebelumnya pernah meneliti sisi metalurgi bilah keris, pada tahun 1975 dan 1992.






Selain kepadatan logamnya, juga kandungan unsur di dalam ganja keris menurut hasil temuan Piaskowski, sangat berbeda dengan yang ada di bilahnya. Di samping lebih banyak mengandung besi-fosfor, ada di antara delapan ganja keris kuno yang ditelitinya terdiri dari besi yang agak lunak namun tahan getaran, tetapi ada juga yang mengandung besi keras.



Dari penelitian ganja ini pula, Piaskowski mendapati, bahwa jenis pamor samar-samar yang selama ini disebut-sebut orang Jawa sebagai "pamor sanak" (bukan pamor yang byor), mengandung unsur arsenikum dan fosfor dalam konsentrasi tinggi.

Perbedaan komposisi unsur di dalam ganja ini, menurut Piaskowski, juga menunjukkan bahwa dari sisi metalurginya, metode pembuatan ganja sangat berbeda dengan bilah kerisnya. Untuk meneliti kandungan fosfor, Piaskowski memakai metode fotometrik, sedangkan kandungan mangan ia gunakan absorbsi atomik. Kandungan karbon, didasarkan atas pengamatan struktur metal di bawah mikroskop Neophot 32. Ia juga menggunakan reagent Nital dan Oberhoffer dalam meneliti struktur logam delapan ganja keris Indonesia yang diperkirakan dari zaman Mataram tersebut.

Penemuan Piaskowski ini tentunya melengkapi penemuan ahli Indonesia, Haryono Arumbinang dan kawan-kawan pada tahun 1983. Dengan metode tak merusak, secara pendar sinar X, Haryono dkk meneliti 8 bilah keris, 5 tombak dan sebuah pedang. Dari 14 tosan aji yang diperkirakan berasal dari zaman Mataram (abad 14-15) itu, 13 di antaranya ditemukan mengandung unsur titanium - jenis logam yang pada zaman modern ini baru dipergunakan untuk peralatan-peralatan ruang angkasa sejak 80-an.







Penemuan unsur titanium di dalam bilah keris oleh Haryono dkk tentunya merupakan hal baru, karena selama ini peneliti-peneliti Eropa dan juga Amerika biasanya hanya menyebutkan unsur nikel untuk mengurai unsur cemerlang dalam pamor keris.


Dari buku Piaskowski dan Alan Maisey -yang hanya 22 halaman- dan dicetak sederhana, terungkap pula bahwa di Museum Asia Pasifik di Warsawa itu kini tersimpan 166 bilah keris Indonesia, serta 144 macam senjata tradisional Indonesia lain seperti badik, golok, klewang, kujang, lading, mandau, parang, pedang, tumbak, wedung dan juga jenis "pisau-pisau jimat". Senjata-senjata itu berasal dari Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali, Flores dan Madura.

Di antara sekian banyak koleksi, ada di antaranya dua bilah keris yang konon dulu dibikin untuk pengelana dari Cina, diplomat Cheng Ho. Disamping itu, masih ada belasan lagi koleksi keris yang diduga tangguh Majapahit abad 14-15.

Koleksi dari Museum Asia Pasifik di Warsawa itu, dulu berasal dari koleksi pribadi Andrzej Wawrzyniak, seorang diplomat yang pernah tinggal menetap di Indonesia antara tahun 1961-1965 dan 1967-1971.





Dan kegilaan Wawrzyniak akan Indonesia bermula ketika ia menjadi atase kebudayaan Kedubes Polandia di Jakarta. Ia bahkan menyatakan diri sebagai "kolektor benda Indonesia terbesar" di dunia. Benda-benda antik asal Indonesia yang dimilikinya berjumlah tak kurang dari 4.000 jenis.

Dan sejak 1973, Wawrzyniak yang pernah tinggal di Vietnam dan jadi dubes di Afghanistan, menyerahkan lebih dari 15.000 benda antik dari Asia kepada pemerintah Polandia. Sebagai balas jasanya, Wawrzyniak diangkat sebagai direktur dan kurator museum Asia dan Pasifik di Warsawa yang dirintisnya.




EKSPERIMEN KERIS BERPAMOR METEORIT






Benda angkasa yang jatuh dari langit jika masih tersisa di atas bumi dianggap sebagai benda ampuh. Tak heran, jika benda yang pernah melewati jarak ribuan, bahkan jutaan kilometer dan nyaris terbakar habis ketika memasuki atmosfer bumi ini, lalu dipakai oleh orang masa lalu sebagai bahan pembuat pamor keris.



Tergerak oleh cerita bahwa keris-keris tua pada masa lalu ada yang menggunakan bahan pamor dari "benda langit yang gaib" meteor, maka Ferry Febrianto-penggemar keris yang kebetulan seorang insinyur-menjelajahi dunia maya, berkomunikasi dengan komunitas kolektor meteor, dan membolak-balik buku kepustakaan tentang benda langit meteor lebih dari tiga tahun.







Intinya, dia ingin membuat keris dengan bahan pamor meteor sungguhan. (Pamor adalah guratan motif yang muncul dari hasil lipatan besi yang ditempa, biasanya beda warna). Meteor yang nyata-nyata bersertifikat dan ia tahu persis apa jenisnya, tempat jatuhnya, serta karakteristiknya.

Selama ini orang percaya bahwa pada masa lalu banyak keris tua memakai bahan pamor besi meteor yang jatuh di Prambanan pada abad ke-19. Akan tetapi, kesulitannya, "meteor" jenisnya apa ini dan sebenarnya kapan persisnya benda langit itu jatuh di wilayah Prambanan, tak ada catatan ilmiahnya. (Sisa-sisa bongkahan yang ada sekitar 15 kg dan dipercaya sisa meteor Prambanan itu masih disimpan, dikeramatkan di Keraton Surakarta dengan julukan Kanjeng Kiai Pamor).





Kanjeng Kiai Pamor





Karena batu pamor yang bersertifikat nilainya mahal, Ferry pun mencari kawan untuk menanggung bersama biaya eksperimen "keris berpamor meteorit" ini. Jatuhlah pilihan kepada sesama penggemar keris yang berbeda profesi dengannya. Mereka adalah Dr Dharmawan Witjaksono SpPD (dokter) dan Dipl Ing Stanley Hendrawidjaja Arch (arsitek).

"Harga besi meteor di tangan kolektor sekitar 2 dollar AS (hampir Rp 20.000) per gram," ujar Ferry. Sekitar 100 gram besi meteor, menurut Ferry, bisa dipakai untuk bahan pamor tiga keris. Meteor itu ia pesan via internet melalui kolektor meteor, Jack Lacroix. Ada tiga keping besi meteorit bersertifikat yang akan dipakai (jenis kamasite, kategorinya coarse atau kasar), seberat sekitar 600 gram. Besi meteorit berasal dari meteor yang jatuh di Campo del Cielo, Argentina.








"Menurut info dari James Hroulias (ahli metalurgi yang juga ahli tempa besi bersertifikat dari AS), menempa besi meteorit merupakan proses berisiko tinggi, dengan tingkat kegagalan mencapai 9 dari 10 kasus," tutur Ferry. Menurut James yang ahli pembuat pisau, besi meteorit kalau dipijar dan ditempa begitu saja akan hancur berantakan.







Karena itu, Ferry berkonsultasi dengan seorang empu keris berpengalaman-yang pernah menjadi empu Keraton Surakarta, Empu Pauzan Puspasukadgo dari Solo. (Seorang penggemar keris dari Australia, Alan Masey, pada tahun 1996 pernah melakukan eksperimen ini, memesan keris dengan bahan besi meteorit yang ia bawa. Keris berpamor meteorit ini kemudian digarap oleh empu muda, Yohannes Yantono, di Palur, Solo -lihat Kompas, Selasa, 20 Agustus 1996).


Harus "ditapih" Inilah sebuah teknologi tempa, yang mungkin dulu juga dipakai oleh empu-empu kita pada masa lalu. Supaya lempengan besi meteorit tidak hancur berantakan, lempeng-lempeng besi meteor itu harus "ditapih". Maksudnya, lempeng-lempeng meteor itu dibungkus besi, baru kemudian dipijar di bara api arang kayu jati -bersuhu lebih dari 1.000 derajat Celsius- lalu ditempa.








"Tapih" adalah kain sarung, yang biasa dipakai untuk membungkus bagian bawah badan manusia tradisional Jawa. Teknik tempa "menapih" seperti kain sarung inilah yang dipakai (Empu Solo) Daliman dan tiga panjaknya (pembantu tempa) untuk membuat bahan pamor dari meteor Argentina itu.





Bakalan saton (tempaan lempeng besi yang sudah mengandung bahan pamor meteorit) kemudian dikirim ke Haji Shaleh di Sumenep, Madura. Garapan keris dilakukan seorang pembuat keris muda Madura, M Jamil. Dari 300 gram bahan besi meteorit Campo del Cielo (separuh dari keseluruhan 600 gram), jadilah sembilan bilah keris dengan berbagai motif pamor, menurut pilihan Ferry, Dharmawan, maupun Stanley. Nama keris pun dimiripkan dengan asal besi meteorit itu, "kanjeng kiai kampuh".

Mengapa dipilih bahan meteorit yang "kasar"? Menurut Ferry, justru meteor yang tidak halus (fine) biasanya menampakkan kristal dengan pola "motif meteor" (istilah khas bagi meteor adalah Widmanstaten pattern) yang lebih indah. Semakin bagus pola Widmanstaten-nya besi meteor, semakin unik pula nanti jadinya jika muncul di dalam pamor. Gradasi warnanya tak terduga, lebih menarik daripada sekadar pola gemerlap datar dari bahan nikel. 
 Nilai nonbendawi


DAMPAK METEORIT MENABRAK BUMI


Orang Jawa memang suka dengan hal-hal gaib, terkadang di luar akal, dan mengaitkannya dengan kenyataan hidup sehari- hari. Seperti pamor keris dari bahan meteor, mengapa dulu laris dipakai untuk bahan keris pesanan para raja?

Selain kelangkaan bendanya, juga dipercaya benda yang jatuh dari langit "memiliki tuah yang gaib". Wahyu pun-legitimasi spiritual untuk simbol keabsahan sebuah tindakan pada masa lalu-juga sering dikait-kaitkan dengan hal-hal "dari langit".


Tak heran pula, jika dari sisa- sisa bongkahan besi meteor Prambanan, kemudian dijadikan semacam pusaka. Di Keraton Surakarta Hadiningrat, sisa bongkahan meteor seperti itu ditaruh di sebuah tempat khusus-semacam kandang atau kurungan-dan dikeramatkan dengan julukan sebagai pusaka Kanjeng Kiai Pamor.




"Tadinya kami ingin memakai bahan dari Kanjeng Kiai Pamor. Akan tetapi, karena tidak memiliki akses, lebih baik kami mencari besi meteorit dari luar negeri, melalui internet," tutur Ferry pula, yang mengaku kini kembali melakukan eksperimen berikut: apakah pamor meteorit itu juga bisa diukir (karena begitu kerasnya)....








METEORIT HOBA- AFRICA



"Semua proses nanti akan kami lakukan di Solo, dari menempa bahan sampai penyelesaian kerisnya," kata Ferry pula. Apa yang dilakukan Ferry dan kawan-kawan ini ternyata membangkitkan keinginan serupa di kalangan orang muda lainnya yang menyukai keris. Jangan heran, jika pada masa datang ini, orang akan ramai "berburu" besi meteor. Entah langsung ke lokasi di berbagai pelosok Jawa, atau memburu bongkahan-bongkahan sisa meteor yang sudah dikoleksi para kolektor meteor di dunia maya.



2 komentar:

  1. terimakasih mas, atas ilmu dan penelitian tentang teknologi yang terkandung dalam keris..

    BalasHapus
  2. wah ... menarik sekali ... tapi foto kanjeng kiai kampuh nya mana ?

    BalasHapus